Oleh Laily Fauziyah
(Guru MA Al Hidayah Lajukidul Plus
Ketrampilan)
Melalui
mesin pencari Geogle, Joko menemukan beberapa kasus berita kejahatan elektronik
di masa pandemi. Kasus criminal yang dilakukan remaja berusia 19 tahun yang
tergolong kejahatan luar biasa karena berhasil meraup keuntungan ratusan juta
rupiah. Salah satu bentuk area kejahatan yang sangat dinamis karena bentuk
pemerasan digital menggunakan ransomware
untuk mengenkripsi data dan file korban yang kemudian dijadikan sebagai
bahan ancaman. Latar belakang tersangka yang merupakan mahasiswa di Universitas
Swasta jurusan IT menjadikannya pribadi yang mahir dalam pemrograman.
Joko
teringat anak pertamanya yang suka menyendiri berkutat dengan Hp dan komputer
tapi punya sisi lain yang tak terduga. Sebagai anak lelaki yang serba
berkecukupan dan berlimpah segala fasilitas mewah menjadikannya pribadi yang
acuh dan introfet.
Joko
masih memandang tulisan dalam telepon pintarnya. Tetapi hati dan pikirannya
melayang jauh ke masa lampaunya yang hidup dalam kesusahan. Hidup dan tinggal
di pedesaan, jauh dari kenyamanan dan lengkapnya segala fasilitas serba mewah.
Mengenang kembali masa di mana harus bekerja keras membantu orang tuanya yang
hanya sebagai buruh tani. Hanya sekedar untuk mendapatkan uang jajan, Joko
harus rela jalan berkilo-kilo meter untuk menjajakan es lilin, minuman yang
sangat familier di masanya. Cacian, tertawaan, dan senyum sinis dari teman
seusianya menjadi menu pahit yang biasa ditelannya setiap hari.
Hingga
suatu hari keberuntungan menyapanya. Sebuah pertemuan yang tak terduga
membawanya pada keluarga kaya raya yang tak memiliki anak. Es lilin
menjadikannya pribadi yang ramah karena terbiasa menjajakan dagangannya ke
semua usia dan kalangan.
“Namamu sopo cah bagus? Tanya ibu
muda yang setia menjadi pelanggan es
lilinku.”
Joko Bu, sahutku tanpa gugup.
Dari
perbincangan awal itulah nasib baik menjadikanku diadopsi oleh keluarga Bu Mira
dan suaminya Pak Anton. Kesopananku dan ketampanan wajahku menjadikan alasan
mereka menemui orang tuaku bernegosiasi untuk menjadikanku sebagai anaknya.
“Terserah awakmu Le, kata emakku” seng
penting tetep eleng wong tuo lan dadi apike masa depanmu. Sejak saat itu
kehidupanku merangkak berubah. Hari demi hari kulalui dengan keluarga baruku.
Mereka memperlakukanku layaknya anak sendiri. Segala fasilitas dan kemewahan
mulai mengakrabi hari-hariku.
Seiring
waktu kunikmati kemapananku dengan menjadi manager di perusahaan bonavid di
Jakarta hasil dari koneksi orang tua angkatku. Segala kesibukan kunikmati
dengan reward gaji besar yang masih bisa kusisihkan untuk orang tua kandungku.
Kunikmati
hari demi hari dengan kemapanan yang kumiliki, terkumpul sedikit demi sedikit
aset bukti kemajuan hidupku. Istri yang cantik, rumah mewah, deretan mobil dan
barang-barang mewah menjadi kepuasan di balik waktu yang harus aku korbankan di
luar rumah.
”Dasar anak bandel, atur waktumu, proritaskan
hidupmu untuk sekolah demi masa depanmu, teriak istriku sambil menangis. Harus
berapa kali lagi kau permalukan keluarga ini dengan keluar masuk kantor polisi
dan ruangan kepala sekolah. Steven hanya diam dan masuk kamar dengan membanting
pintu, hal yang selalu dilakukan ketika istriku memarahinya.
Untuk
kesekian kalinya istriku mengeluh tentang ke-mbelinganmu,
selalu pulang malam dan tidak masuk sekolah. Tidak sepatah katapun aku luapkan
untuk memarahi anakku karena kesusahan di masa lalu membuatku tak ingin
dirasakan juga oleh anak-anakku. Kesibukanku di kantor dan kemewahan yang
kuberikan sebagai ganti atas waktu yang kutinggalkan.
“ Pah, anakmu di kantor polisi, cerita istriku dibalik telpon selulernya sambil
menangis. Untuk kesekian kali aku harus berurusan dengan polisi karena tingkah
Steven anakku, dan uang selalu menjadi
solusi akhirnya, tapi tidak untuk kali
ini.
Anakku
harus berurusan dengan polisi karena sikap arogannya berkelahi dan menyebabkan
luka parah dari anak seorang pejabat, dan korban tidak mau mencabut
tuntutannya.
Pasca
kejadian tersebut menjadikan roda kehidupan kami berputar. Di tambah imbas
pandemi menjadikan posisi dan jabatanku di Perusahaan dipertaruhkan. Sedikit
demi sedikit harta kami terkuras untuk menutup kebutuhan kehidupan kami
sehari-hari yang tak terhindarkan ditambah dengan Steven yang masih menjalani
hukuman di Rumah Tahanan.
Tonggak
awal kehidupan baru kami rintis dari sisa sisa harta yang masih kami miliki.
Usaha online dalam bidang kuliner kami pilih karena beruntung semasa kehidupan
kami masih normal istriku hoby di dapur mengolah dan mencoba segala macam resep
yang dia miliki dan lihat dari smartphone
yang dia miliki.
“Pah, tolong antarkan kiriman COD ke
beberapa pelanggan, seru istriku.” Membuyarkan lamunan panjangku.
Kini
hidupku berubah 180 derajat, Kuboyong
keluargaku ke Tuban , sebuah kota kecil di Jawa Timur, sekeluarnya
Steven dari Rutan. Kampung masa kecilku yang mengingatkan perjuangan dan
susahnya hidup kulalui.
Syukur istriku tidak
terlena dengan gaya hidup sosialita di masa kejayaan kami dan Steven yang sudah
menerima kondisi dan mulai melanjutkan mimpinya mempersiapkan tes masuk perguruan tinggi
melalui jalur tes. Jalur prestasi urung dia pilih karena kasus criminal yang
sempat dilakukan walaupun dia layak untuk itu, anakku tergolong pandai secara
akademis dan sisi yang berbeda sering melakukan kenakalan di luar jam sekolah.
Sekolah secara online menjadi keuntungan tersendiri bagi Steven lebih banyak
berada di rumah. Online menjadi hal baru yang mengasyikkan di tengah kemampuan
awalnya yang memang sudah mumpuni dengan teknologi.
“ Pah, hari ini jadual
ujian online UTBK (Ujian Masuk Perguruan Tinggi), tolong damping ya, pinta
Steven, dengan senang hati jawabku.” Steven memutuskan mencoba jalur tes tulis untuk masuk di ITS,
salah satu perguruan tinggi negeri favorit di Surabaya.
Ternyata Covid 19
menjadikanku lebih dekat dengan keluarga, lebih mengenal alam, lingkungan, dan
menjadikanku lebih dekat dengan Sang Pencipta. Kulalui keterpurukan ekonomi
keluargaku dengan menggali sisi positif dari keluargaku, kubuang egoku sebagai
seseorang yang punya jabatan, kuposisikan diriku sebagai teman bagi
anak-anakku, kujadikan tangisan istriku penyemangat baru dalam hidupku.
Kunikmati hari-hariku
dengan menemani anak bungsuku Stevani, belajar secara daring. Kuikuti semua
proses pembelajarannya di sekolah kecil, Madrasah Aliyah yang sangat “melek”
teknologi untuk ukuran sekolah ndeso.
Masih kuingat protes Stevani ketika kudaftarkan di MA
Plus Ketrampilan itu. MA yang ada di kampung yang kutinggali. “Pah kenapa tidak mendaftar di SMA? Nama
terlalu keren tidak cocok untuk sekolah di sini, protes Stevani yang tak
kuhiraukan.
Kini hari-harinya
disibukkan dengan browsing dan searching berbagai informasi untuk menuntaskan
tugas dari guru-gurunya. Di samping tetep membantu istriku untuk memposting
beberapa dagangan kuliner, bisnis baru yang sedang kami tekuni.
Melalui whatsapp groupmenjadikannnya semakin
dekat dengan teman-temannya. Geogle
classroom, zoom meeting menjadikannya berlatih berkomunikasi dan
menumbuhkan rasa percaya diri yang sempat mengikis di tengah keterpurukan
ekonomi keluarga kami. Walaupun masih ada juga guru yang memberikan tugas “baca
LKS dan kerjakan halaman bla..bla..bla..lucu juga pikirku.
“ Stevani tolong
posting menu masakan kita hari ini, teriak istriku” Sebentar Maa..nangung masih
mengerjakan tugas Bahasa Indonesia
teriaknya tak kalah keras, kunikmati keriuhan suara blender istriku dari
dapur dengan melihat smartphone Stevani
yang ternyata sedang serius menyimak
pembelajaran tentang Surat Lamaran Pekerjaan melalui media pembelajaran
OBS dari gurunya. Satu tahun lebih pandemi covid 19 ini menjadikanku akrab
dengan beberapa istilah media
pembelajaran daring yang diikuti anakku.
Setiap malamku tak
henti-hentinya kupanjatkan doa semoga corona ini cepat berakhir, kau kembalikan
rasa percaya diri keluarga kami, hantarkan anak-anak kami mewujudkan impiannya,
pulihkan proses pendidikan seperti sewajarnya dan bangkitkan perekonomian
negeri ini, Amiin…Amin..Ya Rabbal
A’lamin………………………….